PengertianTasawuf, Tujuan, Manfaat Tasawuf dan ilmu tasawuf Istilah tasawuf yang sering juga disebut dengan istilah sufi memang sangat jarang kita gunakan dalam kehidupan sehari - hari. Meskipun begitu, sebagai umat insan yang terus belajar, sudah sepatutnya kita mengetahui arti atau pun makna istilah tasawuf.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. A. Hubungan Ilmu Fiqih dengan Ilmu TasawufMenurut bahasa kata Tasawuf berasal dari bahasa arab yang terdiri dari beberapa kata yaitu Suf yang artinya wol karena merujuk pada pakaian sufi pada zaman itu yang terbuat dari wol. Para Sufi menyukai pakaian yang terbuat dari bahan yang kasar sehingga dapat menutupi ketelanjangan badannya. Hal ini dilakukan sebagai wujud dari Taubat. Secara terminologi Tasawuf adalah Ilmu untuk mengetahui bagaimana seseorang dapat mensucikan jiwa mereka agar memperoleh kebahagiaan dan ketenangan yang abadi karena para sufi takut akan neraka Allah. Abu al-Hasan asy-Syadzili 1258 M mengartikan bahwa tasawuf adalah praktik-praktik ibadah untuk memperoleh amalan dan pelatihan diri untuk mengembalikan diri kepada Allah SWT. Fiqih hanya membahas kerangka dalam suatu ibadah, jika sudah menyangkut terhadap niat atau keikhlasan dalam beribadah itu adalah pembahasan ilmu tasawuf. Maka dari itu fiqih dan tasawuf sangat erat kaitannya. Imam Malik pernah berkata "barang siapa yang mempelajari fiqih tanpa bertasawuf maka ia fasik. Dan barangsiapa yang bertasawuf namun belum mendalami fiqih maka ia zindiq. Dan barang siapa yang melakukannya berarti ia melakukan kebenaran". Baca juga Nilai Tasawuf untuk Menjadi Orang yang Berintegritas Kontribusinya dalam Menghadapi Masalah ModernTasawuf dapat menjawab kegelisahan umat muslim dalam beribadah. Tasawuf dapat memberikan nuansa kebatinan yang dapat membangkitkan suasana batin untuk menyampaikan kepada Allah SWT secara naluriah. Karena sejatinya, dalam Islam semua aktivitas yang dilakukan oleh umat Islam dengan niat lillahitaala adalah suatu ibadah, dan sufi mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dan melaksanakannya secara khusyu, tulus, dan Hubungan Ilmu Fiqih dengan Ilmu Kalam Secara etimologi Ilmu Kalam artinya adalah ucapan atau percakapan sedangkan secara terminologi Ilmu kalam adalah Ilmu yang menjelaskan tentang wujud Allah, sifat wajib dan mustahil yang dimiliki Allah SWT dan Rasul-Rasulnya. Menurut Musthafa Abdul Raziq Ilmu kalam adalah Ilmu yang berkaitan dengan akidah imani yang dibangun atas pendapat rasional namun bertolak atas bantuan nalar atau akal. Terdapat 4 Ruang Lingkup Ilmu Kalam yaitu 1 Ilahiyyah yang membahas tentang hal-hal yang bersifat ketuhanan Sifat-sifat Allah, 2 Nubuwwah, Nubuwwah membahas tentang hubungan manusia dengan Allah, aspek yang dibahas adalah Malaikat, Wahyu Allah, Rasul Allah. 3 Ruhiyyah, yang membahas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam ghaib seperti jin dan malaikat. 4 Sam'iyyah, yang membahas tentang permasalahan kehidupan setelah kematian seperti Hari kebangkitan, Hari perhitungan, Shiratal Mustakim, Hari pembalasan. Menurut Abu Hanifah, hubungan antara Ilmu kalam dengan Ilmu Fiqih adalah jika Ilmu kalam membahas tentang dasar-dasar dan pokok-pokok Islam, dengan pandangan yang luas dan menyikapi dengan toleran, keyakinan mendalam berdasarkan landasan yang kuat, sedangkan fiqih pembahasannya lebih detail dan rinci. Aliran-aliran teologi dalam Islam adalah hasil dari akal pikiran yang berpedoman terhadap Al-Quran dan Hadist. Perbedaannya hanya terletak pada kekuatan akal ketika memahami teks Al-Quran dan Hadist. Terdapat teolog yang memberikan interpretasi yang liberal terhadap Al-Quran dinamakan Teolog Liberal. 1 2 Lihat Filsafat Selengkapnya
A Hubungan Ilmu Fiqh Dengan Ilmu Tasawuf Tasawuf adalah suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (tazkiyyatnunnafs) dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia yang menyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian hanya memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah SWT. Telah dituliskan 16 Juni 2015 Filed under Tak Berkategori HUBUNGAN ILMU TAUHID DENGAN ILMU FIQIH DAN TASAWUF بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu Fiqh sangat erat dan saling menunjang tetapi ada juga perbedaannya yaitu pada sasaran pembahasannya. Ilmu Tauhid mengarahkan sasarannya kepada soal-soal kepercayaan aqidah sedangkan Fiqh sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyah mukallaf ahkam al-amaliah. Inilah sebabnya filsuf al-Araby mengatakan Ilmu Tauhid itu dapat menguatkan aqidah dan syari’ah yang dijelaskan oleh Allah SWT dan RasulNya. Sedangkan Ilmu Fiqh berusaha mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT dan RasulNya baik aqidah mapun syari’ah. Sasaran Ilmu Tauhid hanya menyangkut soal-soal furu’ yang berhubungan dengan perbuatan. Seorang ahli Fiqh akan mengambil hukum-hukum ibadat dari dasar Tauhid, ke-Esa-an Allah SWT tanpa mempersoalkan masalah keTuhanan dan yang berhubungan dengannya. Karena bagian ini tergolong ke ahli Tauhid. Perbedaan kedua ilmu ini terletak pada methode dan obyeknya. Ilmu Tauhid mewarnai aqidah agama, dengan akal pikiran dan mengkontruksikannya atas dasar akal pikiran. Karena ilmu ini memang mengharuskan untuk memahami obyeknya dengan akal konprehensif sehingga ilmu tentang Tuhan baru akan diperoleh dengan jalan penyelidikan akal, tanpa meninggalkan nash-nash agama. Lain halnya dengan Ilmu Tasawuf, ia merasakan aqidah itu dengan hati nurani, tanpa memerlukan akal pikiran dan alasan logika tentang kebenarannya. Manusia cukup saja merasainya dengan hati karena cahaya yang datang itu berasal dari yang terletak di luar akal. Ilmu yang pasti benar yakin datangnya dari terkaan batin supposisi-hadas atau perasaan taste-intuisi-zauq-wijdan atau menyaksikan langsung dengan mata hati wahyu-revelation-discovery-kayf. Semua hasil ini sangat aneh dan berlainan dengan argumentasi-akal. Oleh karenanya tasawuf mengambil ilmu pengetahuan bukan dengan berguru dan bukan dengan membaca kitab, tetapi memperolehnya melalui pengalaman dan penyelidikan hati. HUBUNGAN ILMU TAUHID DENGAN Al-QURAN TUJUAN ILMU TAUHID yangperlu kita ketahui ialah ilmu tauhid yang menerangkan bahwa allah yang memiliki sifat seperti sama' (mendengar), bashar (melihat), kalam (berbicara), qudrat (kuasa) rupanya tidak dijelaskan tentang bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa allah mendengar dan melihatnya, ataukah bagaimana seorang hamba dapat merasakan segala Nurul Aulia Ramadanti Agama Tuesday, 03 Jan 2023, 1215 WIB Tauhid, filsafat, dan tasawuf adalah tiga pengetahuan yang memiliki kemiripan satu sama lain sampai-sampai orang terkadang keliru memahami ketiganya, meski begitu, terdapat perbedaan diantara ketiganya. Berikut adalah pengertian, persamaan, dan perbedaan antara ketiga ilmu tersebut. Ilmu Tauhid Tauhid berasal dari Bahasa Arab, yaitu masdar dari kata wahhada- yuwahhidu. Yang secara Etimologis berarti keesaan. Maksudnya ialah ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang di gunakan dalam bahasa Indonesia, yakni mengakui keesaan Allah. Sejarah menunjukan bahwa pengertian manusia terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak di utusnya nabi Adam ke muka bumi, yang berarti tauhid sudah ada semenjak manusia pertama tercipta. Adam mengajarkan anak cucunya untuk meng-Esa-kan Allah, tegasnya sejak permulaan manusia mendiami Bumi, sejak itulah telah di ketahui dan di yakini adanya dan esanya Allah pencipta alam. Di dalam Islam sendiri, agak aneh memang kalau dikatakan bahwa sebagai sebuah agama, persoalan yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang yang berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan terhadap Tuhan. Tetapi, persoalan politik tersebut dengan segera berubah menjadi persoalan teologi. Persoalan politik ini muncul pertama kali pada masa kekholifahan Ustman bin Affan dan mulai meruncing pada saat terbunuhnya Ustman bin Affan, yang dalam sejarah sering kali di sebut fitnah qubro. Peristiwa tersebut pada akhirnya melahirkan perpecahan di kalangan ummat Islam, yang pada masa kepemimpinan Kholifah Ali bin Abi Tholib perpecahan tersebut semakin menjadi-jadi, dan puncaknnya adalah terjadinya peperangan antar sesama ummat Islam. perbedaan pendapat dalam bidang politik tersebut segera menjelma menjadi perbedaan dalam bidang keyakinan, yang pada akhirnya memunculkan berbagai macam Madzhab Teologi dan sekte-sektenya. Filsafat Secara Etimologi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani filsufia yang berasal dari kata kerja filsufein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya di terjemahkan sebagai “cinta kearifan”. Menurut Al-farabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada al-ilmu bil-maujudat bi ma hiya al-maujudat. Menurut Plato, filsafat adalah dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku. Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun dengan berdiskusi, juga di artikan sebagai suatu penyelidikan terhadap sifat dasar yang merupakan penghabisan dari kenyataan. Karena seorang filsuf akan terus mencari sebab-sebab dan asas-asas yang terakhir dari segala sesuatu. Filsafat merupakan ilmu yang besar dengan bidang bahasan yang amat luas, bahkan filsafat di katakan sebagai induk dari ilmu, akan tetapi filsafat menurut objek bahasannya dapat di golongkan menjadi tiga, yaitu filsafat tentang manusia, alam dan tuhan. Filsafat tentang Tuhan inilah yang kedepannya melahirkan ilmu teologi, yang dalam Islam ilmu teologi ini di sebut ilmu kalam atau ilmu tauhid. Tasawuf Sebagaimana ilmu pengetahuan umunya, para ahli yang meneliti tasawuf juga memberikan pengertian yang berbeda satu sama lain, baik secara etimologis maupun terminologis. Berikut adalah pengertian secara etimologis. Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang di konotasikan dengan “ahlu suffah” yaitu sekelompok orang pada masa Rasulullah yang hidup di serambi-serambi masjid, biasanya karna mereka hidup sebatang kara, tidak punya keluarga, dan karna mereka hidup miskin. Jadi, mereka memilih untuk mengabdikan dirinya beribadah kepada Allah. Kedua, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shafa” yang artinya bersih, maksudnya ialah orang yang mensucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya. Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf di nisbatkan kepada orang-orang dari Bani Shufah. Hal ini di karnakan pelopor ilmu tasawuf merupakan anak keturunan Bani Shufah. Keempat, ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata “shuf” yang berarti bulu domba atau wol. Hal ini di nisbatkan pada pakaian para sufi yang seringkali menggunakan pakaian yang berbahan bulu domba atau wol. Adapun secara terminologis, beberapa ulama memberikan pengertian sebagai berikut. Menurut Al-Jurairi tasawuf adalah masuk ke dalam segala budi akhlak yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah Menurut Al- Junaidi tasawuf yaitu kesadaran bahwa yang hak adalah Dia yang mematikanmu dan yang menghidupkanmu”. Abu Hamzah memberikan ciri-ciri ahli tasawuf sebagai berikut memilih miskin padahal sebelumnya kaya memilih menghinakan diri padahal sebelumnya penuh dengan kehormatan memilih menyembunyikan diri padahal sebelumnya terkenal Dari pengertian tentang tasawuf di atas, dapat di simpulkan bahwa tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegan teguh pada janji Allah dan syariat Rasulullah, dalam mendekatkan diri dan mencapai keridaan-Nya. Tasawuf lebih mengedepankan dzauq perasaan ketimbang akal. Tasawuf di peruntukan kepada orang-orang yang ingin mengenal Tuhan lewat perasaan atau lewat sisi spiritual, karna itulah tasawuf juga sering di sebut sebagai ilmu mistisme dalam islam. di dalam tasawuf juga, terdapat maqam-maqam tingkatan-tingkatan dan ahwal-ahwal perasaan-perasaan tertentu yang akan di lalui dan di rasakan seseorang saat berusaha mencapai predikat sufi. Persamaan Tauhid, Filsafat dan Tasawuf Ilmu tauhid, filsafat, dan tasawuf memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama mencari kebenaran tentang tuhan dan segala sesuatau yang berkaitan dengan-Nya. Ketiga ilmu ini juga memiliki kemiripan dalam objek kajian. Objek kajian ilmu tauhid atau ilmu kalam adalah Ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, objek kajian filsafat adalah masalah Ketuhanan di samping masalah alam, manusia, ilmu, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, di lihat dari aspek objek kajiannya, ketiga ilmu tersebut membahas masalah yang berkaitan dengan Ketuhanan. Perbedaan Tauhid, Filsafat, dan Tasawuf Meski cukup sulit untuk di bedakan karna sama-sama membahas tentang Tuhan, ketiga ilmu ini tetap memiliki perbedaan, perbedaan yang paling mencolok terdapat pada aspek metodologi. Tapi di samping itu masih ada perbedaan di beberapa aspek lain yang akan dipaparkan di bawah ini. Perbedaan pertama terdapat pada aspek metodologi. Metodologi ilmu tauhid atau ilmu kalam adalah jadaliyah dialektika, atau juga sering di sebut dialog keagamaan, dengan cara saling menyampaikan argumentasi antara satu ulama tauhid dengan ulama lain. Sedangkan metodologi filsafat adalah dengan logika. Para filsuf menggunakan akal pikirannya untuk memikirkan secara mendalam tentang Tuhan dan dsegala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Adapun metodologi tasawuf yaitu dengan riyadhoh uji diri/latihan, tinjauan analitis terhadap tasawuf menunjukan bagaimana para sufi dengan berbagai aliran yang di anutnya, memiliki suatu konsepsi thariqot tentang jalan menuju Tuhan. Jalan ini di mulai dengan latiha-latihan rohaniah riyadhoh lalu secara bertahap menempuh berbagai fase, yang di kenal dengan maqam/ma’rifat kepada Allah. Kerangka sifat dan prilaku sufi di wujudkan melalui amalan-amalan dan metode-metode tertentu yang di sebut thariqot. Perbedaan kedua terletak pada dasar argumentasi. Dasar argumentasi ilmu tauhid adalah aqliyah akal dan naqliyah nash. Kebenaran tentang Tuhan dalam ilmu tauhid di dapatkan melalui akal, akan tetapi tidak serta merta didasari oleh akal saja, pada hakikatnya kebenaran tersebut sebenarnya di dapat melalui nash atau Al-quran dan Al-hadist, akal berfungsi untuk memikirkan apa-apa yang terdapat dalam Al-quran dan Al-hadist, dan Al-quran dan Hadist berfungsi untuk membatasi dan mengarahkan akal agar tidak menyimpang dari nash. Tegasnya, akal berfungsi untuk menjadikan pengetahuan tentang Tuhan yang ada dalam nash menjadi logis. Sedangkan dasar argumentasi filsafat adalah rasio akal saja, para filsuf memberikan bukti tentang adanya Tuhan, tentang bahwa alam ini ada penciptanya adalah dengan hasil pemikiran mendalam dari akal. Akan tetapi berbeda dengan ilmu kalam, filsafat tidak didasari wahyu dalam memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan. Adapun dasar argumentasi tasawuf adalah dengan dzauq atau perasaan. Para sufi saat di tanya tentang bukti akan adanya Tuhan, mereka akan menjawab dengan perasaan yang mereka rasakan terhadap keberadaan Tuhan itu sendiri, karna mereka lebih mengedepankan perasaan ketimbang rasio akal. Perbedaan ketiga terdapat pada manfaat aspek aksiologi. Aksiologi artinya nilai dari suatu perbuatan, dalam hal ini di artikan sebagai manfaat ilmu-ilmu tersebut saat di realisasikan menjadi sebuah perbuatan. Manfaat ilmu kalam adalah untuk mengajak orang yang baru mengenal Islam untuk mengenal rasio sebagai upaya untuk mengenal Tuhan dengan cara rasional, karna tidak semua muslim yakin dan percaya begitu saja akan adanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan lewat wahyu, oleh sebab itu ilmu kalam mengajak untuk mengenal Tuhan dengan jalan lain, yaitu dengan rasio atau akal. Sedangkan manfaat filsafat adalah untuk mengajak kepada orang yang memiliki rasio yang sehat untuk mengenal tuhan secara bebas sesuai dengan apa yang di pikirkannya. Dan adapun manfaat ilmu tasawuf adalah untuk memberika kepuasan kepada orang yang sudah melepaskan akal, dalam artian tidak mendapatkan kepuasan setelah mengkaji tentang Tuhan lewat rasio, dengan cara mengetahui, meyakini, dan memahami Tuhan lewat perasaan atau lewat jalan spiritual. islamtauhidfilsafattasawufsufifilsufagama Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama PENGENALAN Dalam Islam ilmu yang wajib dipelajari ada tiga: Ilmu Usuluddin (Tauhid) = Iman. Ilmu Fiqh (Perundangan) = Islam. Ilmu Tasawuf (Akhlak) = Ihsan. Ketiga-tiga ilmu ini tidak boleh dipisah-pisahkan di antara satu dengan lain. Sesiapa yang meninggalkan satu diantaranya, maka tidak sempurna ilmunya bahkan amal ibadahnya. Ada sebagian umat Islam yang takut membicarakan tasawuf. Dalam bayangan banyak orang, Tasawuf ini adalah ilmu yang sering dikaitkan dengan kegilaan jika seseorang tidak kuat menjalaninya. Padahal tidak demikian adanya, hal ini didasarkan pada sebagai tokoh yang menjalankan hidup menjadi seorang tasawuf. Tasawuf kerap diartikan sebagai hal yang dikaitkan dengan sufisme. Sufisme sendiri cenderung lebih dikenal dengan hal-hal yang berbau anti modern dan terkesan kuno. Pemahaman semacam itu ada benarnya, sebab sufisme atau Tasawuf cenderung meninggalkan kemodernan jika itu bertentangan dengan hal yang bisa dibenarkan. Pengertian Tasawuf Tasawuf dalam kaitan kebahasaan bisa diartikan dengan serambi. Ini karena ada satu pendapat yang mengatakan istilah Tasawuf berasal dari kata Shuffah. Zaman dulu, banyak sahabat yang mondok pada Nabi. Tetapi mereka bukan tinggal di asrama, melainkan tinggal di serambi masjid. Merekalah yang disebut sebagai Ahlussuffah. Dari situ kemudian Tasawuf dikaitkan dengan kebiasaan para Ahlussuffah tersebut. Ada lagi yang berpendapat asal istilah Tasawuf dari kata Shaf yang bermakna barisan. Alasannya, ahli Tasawuf lah yang menjadi barisan paling depan dalam hal ibadah atau hal lain yang baik. Namun begitu, ada juga yang berpendapat asal istilah Tasawuf dari kata Shafa. Shafa merupakan salah satu kayu yang bisa bertahan di tengah tandus gurun pasir. Dan demikian lah perumpamaan keteguhan iman ahli Tasawuf. Dari semua pendapat muasal istilah Tasawuf, pendapat yang paling banyak dipahami justru adalah, kata Shuf atau bulu domba asal istilah Tasawuf. Alasannya, salah satu kebiasaan ahli Tasawuf zaman dahulu adalah menggunakan pakaian dari bulu domba. Pakaian itu adalah pakaian sederhana yang jauh dari mewah. Bahkan pakaian tersebut terasa kasar bila digunakan. Lantas bagaimana sebenarnya definisi istilah Tasawuf? Menurut Imam Junaid, seorang sufi dari Baghdad, Tasawuf merupakan sikap yang mau mengambil mulia serta meninggalkan hal yang rendah atau merendahkan. Pendapat lain disampaikan oleh Syeikh Ahmaz Zorruq dari Maroko, terkait definisi Tasawuf. Menurutnya, Tasawuf adalah bidang ilmu tentang perbaikan hati yang dilakukan murni karena Allah, dengan menggunakan pengetahuan tentang jalan keislaman. Pengetahuan itu pun bukan hanya terbatas pada fiqhiyyah saja, tetapi melingkupi ilmu yang berkaitan dengan amalan dan ketauhidan. Dari definisi yang sudah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada cukup banyak definisi dari ulama-ulama ahli Tasawuf yang lain. Namun, definisi yang ditulis di atas sudah cukup bisa mewakili definisi-definisi lain meski dengan susunan kata berbeda. Hekekat Tasawuf Jika diambil inti sari, Tasawuf merupakan bentuk keilmuan yang mempelajari tentang bagaimana membersihkan hati. Tentu bukan dari kotoran yang tampak oleh mata, melainkan dari kotoran-kotoran hati yang menjadi bawaan nafsu buruk. Pada akhirnya, bersih hati ini akan membawa seseorang semakin dekat dengan Pencipta. Dan hidupnya benar-benar ditujukan untuk Allah saja. Tentu saja ini bukan hal yang mudah, apalagi jika disamakan dengan membalik tangan. Sebab, kadang-kadang, setelah seseorang mempelajari ilmu Tasawuf, orang tersebut tidak cukup mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kadang bukan membersihkan, namun hanya mampu mengedentisifikasi. Secara, hal ini sudah cukup baik. Sebab dengan hasil identifikasi sikap dan perbuatan, seseorang sudah memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Dia juga berkesempatan untuk menjadikan perbuatan baiknya lebih berkualitas. Berbeda dengan orang yang tidak tahu sama sekali. Orang yang tidak tahu atau tidak pernah mengidentifikasi perbuatan, akan menganggap perbuatan baiknya adalah baik. Padahal tidak semua perbuatan baik selalu baik. Apa maksud perbuatan baik tidak selalu baik? Dalam ilmu Tasawuf perbuatan baik selalu memiliki ruh. Ruh itu adalah keikhlasan. Keikhlasan sendiri adalah pemurnian amal tanpa ada sifat buruk yang menyertainya. Seringkali hal yang terlihat sebagai amal dunia adalah amal akhirat. Begitu pun sebaliknya. Hal-hal yang ada di dalam Tasawuf tidak ada satu pun yang bertentangan dengan al Quran atau pun Hadits. Tasawuf adalah jalan, sedang dua hal itu, Quran dan Hadits adalah petunjuk. Tentu saja, jalan kebaikan apapun tidak boleh lepas dari petunjuk. Di dalam al Quran, ada beberapa ayat yang biasa dikaitkan dengan sufi atau Tasawuf, Ayat-ayat tersebut adalah وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [البقرة/115] Titik inti dari ayat tersebut adalah di mana pun atau ke arah manapun orang menghadap, maka di situlah dia bisa menghadap Allah. Tentu saja ini kaitannya dengan ketauhidan dan bagaimana seseorang memposisikan diri sebagai hamba bagi Allah. Ada lagi ayat وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ [البقرة/186] Secara inti, isi ayat tersebut adalah jarak Allah dan hamba-Nya itu dekat. Allah akan mengabulkan doa hamba yang mau berdoa. Hubungan kedekatan antara Allah dan hamba-Nya dalam ayat ini yang menjadi fokus pembahasan ilmu Tasawuf. Ada juga ayat tentang Tasawuf yang berbunyi وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ [ق/16] Ayat tersebut memberitahukan, bahwa kedekatan Allah dengan hamba-Nya bahkan lebih dekat dari urat leher. Allah juga mengetahui dengan jelas apa yang menjadi gerak hati hamba-Nya. Ayat yang lain lagi adalah فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا [الكهف/65] Ayat tersebut adalah ayat yang menceritakan tentang Nabi Musa saat mencari Nabi Khidir. Nabi Khidir lah yang disebut dalam ayat tersebut memiliki ilmu yang telah Allah ajarkan. Ilmu itu adalah ilmu yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa. Dan itu sebabnya, Allah meminta Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir. Tujuan Tasawuf Tujuan adanya tasawuf, antara lain; Pendekatan Pemurnian. Tasawuf akan mendekatkan seseorang terhadap Allah. Tasawuf juga yang akan memurnikan perbuatan-perbuatan seseorang. Dengan begitu, seluruh kebaikan yang dilakukannya hanya tertuju dan terkhusus untuk Allah saja. Akhirnya, hasil yang didapat adalah kedekatan hamba dengan tuhannya. Jika ada pendapat yang mengatakan tujuan Tasawuf adalah untuk memperbaiki akhlak dan ibadah, maka pendapat tersebut tidak salah. Sebab, Tasawuf erat kaitannya dengan akhlak dan ibadah. Baik akhlak, ibadah, atau pun Tasawuf sendiri memiliki tujuan dan hasil akhir yang sama Allah. Fungsi Tasawuf dan Contohnya Tasawuf merupakan latihan dan cara untuk membersihkan diri terutama hati. Maka di dalam Tasawuf diajarkan bagaimana menghilangkan mengenali sifat-sifat buruk yang sering menciderai perbuatan baik. Jika dalam kaca mata umum perbuatan baik adalah perbuatan baik saja, dalam Tasawuf perbuatan baik masih dipilah antara yang ikhlas dan yang tidak. Perkara membuat ikhlas tersebut adalah tugas Tasawuf. Lantas, bagaimana jelasnya fungsi dari Tasawuf? Fungsi Tasawuf adalah satu membentuk jalan agar manusia dekat dengan tuhannya. Bagaimana caranya? Dengan membahas banyak hal terkait bisikan hati dan perubahan-perubahan di dalamnya. Selain itu, ilmu Tasawuf juga akan mengupas tentang ibadah yang murni karena Allah. Seperti yang sudah ditulis di atas, ibadah atau perbuatan ada yang murni dan ada yang tidak. Seperti apa ibadah yang murni, Tasawuf yang akan membahasnya. Tasawuf juga akan mengidentifikasi sifat-sifat buruk manusia yang sering menciderai ibadah. Dalam tataran Fiqih misalnya, harta yang wajib dizakati memiliki syarat-syarat tertentu. Salah satu syaratnya adalah sudah haul atau sudah satu tahun. Dan bisa saja, orang yang tidak mempelajari Tasawuf akan berbuat sesuatu yang membuat syarat zakat tersebut tidak cukup. Dalam masalah ini, fiqih menghukumi tidak wajib zakat. Namun secara Tasawuf, orang yang berbuat demikian termasuk orang yang tidak berakhlak. Biasanya dalam Tasawuf, materi yang selalu dibahas adalah terkait taubat, wara’ atau menjaga diri dari hal-hal subhat, zuhud, sabar, juga ridho. Tentang ibadah-ibadah yang sifatnya sunnah juga banyak dibahas dalam ilmu-ilmu Tasawuf, bahkan ibadah sunnah yang biasanya tidak disinggung oleh Fiqih. Di sinilah asyiknya mempelajari Tasawuf. Asyik dan penting. Sebab, mendekatkan diri kepada allah tidak cukup hanya dengan beribadah sunnah ala fiqhiyyah, tetapi juga harus ditambah dengan banyak ibadah sunnah. Ibadah wajib merupakan kewajiban, tambahannya adalah ibadah sunnah. Demikianlah serangkaian bentuk penjelasan tentang pengertian tasawuf, hekekat, tujuan, fungsi, dan contohnya yang bisa kami berikan. Semoga melalui materi ini bisa memberikan wawasan dan menambah pengetahuan bagi segenap pembaca sekalian. Trimakasih,
Dimanakedua disiplin ilmu ini (Ilmu Tauhid dan Ilmu Fiqh) adalah disiplin Ilmu yang kaitannya sama-sama penting. Mengingat beberapa kalangan beranggapan bahwa Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang sebenarnya tidak pantas untuk didalami.
Menilai tasawuf sebagai sesuatu yang menyimpang bukanlah perkara ringan, apalagi tasawuf sudah ada sejak lama dan tumbuh bersama tumbuhnya fiqih Islam. Bila ada penyimpangan-penyimpangan, itu hanyalah penyimpangan oknum atau sekelompok orang yang menisbatkan diri kepada tasawuf. Penyimpangan suatu kelompok dalam satu gerbong ilmu sudah biasa terjadi, seperti dalam akidah, kita bisa lihat kelompok menyimpang seperti Khowarij dan Mujassimah, dalam fiqih juga, ada yang mutasahil seperti orang-orang liberal ada juga juga yang mutasyadid. Namun yang pasti, tasawuf sudah ada sejak generasi emas umat Islam dan keberadaanya diakui oleh para ulama, bahkan Ibnu Taimiyah w 728 H menulis kitab khusus tentang tasawuf yang beliau namai Fiqh at-Tasawuf. Sebagian umat Islam memandang tasawuf adalah sebagai sesuatu yang menyimpang dalam ajaran agama, mungkin karena persepsi yang keliru, padahal tidak boleh seseorang itu menghukumi sesuatu berdasarkan persepsi yang keliru, tetapi harus berdasarkan fakta dan kenyataan, salah satu ulama hijaz yang masyhur mengatakan dalam Syarh al-Ushul Min Ilmi al-Ushul, Hal. 604, ومن القواعد المعروفة المقررة عند أهل العلم الحكم على الشئ فرع عن تصوره؛ فلا تحكمْ على شئ إلا بعد أن تتصوره تصوُّرًا تامًّا؛ حتى يكون الحكم مطابقا للواقع، وإلا حصل خللٌ كبيرُ جدا Dan di antara kaidah yang sudah dikenal dan tetap di kalangan ahli ilmu adalah “hukum atas sesuatu terlahir dari persepsi atas sesuatu itu“. Maka janganlah kamu menghukumi sesuatu kecuali setelah kamu melihatnya dengan persepsi yang utuh, agar nanti hukum yang kamu berikan memang sesuai dengan kenyataan, kalau tidak seperti itu, maka akan timbul ketimpangan yang besar Seorang muslim ketika berkomitmen kepada Islam, maka dia akan mengambil seluruh ajaran dan ketentuan yang telah ditetapkan Islam. Mengambil sebagian ketentuan karena sesuai hawa nafsu dan meninggalkan sebagian karena tidak sesuai hawa nafsu adalah perangai buruk dari umat Yahudi dan merupakan sebab kebinasaan أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡىٌ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا ۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ Apakah kamu berIman kepada sebahagian AlKitab Taurat dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat Imam Ahmad w 241 H dalam musnadnya membawakan sebuah مهلا يا قوم، بهذا أهلكت الأمم من قبلكم، باختلافهم على أنبيائهم، وضربهم الكتب بعضها ببعض، إن القرآن لم ينزل يكذب بعضه بعضا، بل يصدق بعضه بعضا، فما عرفتم منه فاعملوا به، وما جهلتم منه فردوه إلى عالمه Tenanglah wahai kaum, inilah yang telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, mereka menentang Nabi yang diutus kepada mereka dan mempertentangkan sebagian Taurot dengan sebagian lainnya. Sesungguhnya al-Qur’an tidaklah diturunkan untuk mendustakan sebagian ayat dengan ayat lainnya, justru membenarkan satu sama lain. Apa yang telah kamu mengerti dari al-Qur’an maka amalkanlah, adapun yang kamu tidak mengeri, tanyakanlah pada orang alim yang mengetahui maksudnya kita perlu mengetahui prinsip ini, agar menjadi pengantar untuk pembahasan berikutnya, karena memang yang akan dibahas adalah suatu hadits yang harus dipahami dan diambil maknanya secara keseluruhan. Suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم duduk bermajelis bersama sahabatnya, tiba-tiba datang seorang yang nampak asing menghampiri majelis beliau, rambutnya sangat hitam, bajunya sangat putih, bersih dan rapih, tidak seperti seorang musafir yang telah melakukan perjalanan panjang. Kemudian orang ini mendekati Rasulullah صلى الله عليه وسلم, semakin dekat, sampai-sampai dia menempelkan kedua lututnya kepada lutut Nabi, kemudian meletakkan dua telapak tangannya ke atas dua paha Nabi, kemudian terjadilah tanya Jawab antara mereka berdua يََا مََُُحمدُ أََخْبِرْنِى عََنِ اَلإِسْلاَمِ، فََقَالَ رََسُوْلُ اَللهِ صََلى الله عليه وسلمَ اََلإِسْلاَمَُ أَنْ تََشْهَدَ أََنْ لَّا إلهَ إَِلَّا اَللهُ وََ أََن مََُُحمدًا رََسُوْلُ اَللهِ، وََتُقِيْمَُ الصلاَةَ، وَتُؤْتِي اَلزكَاةَ، وََتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتحج اَلْبَيْتَ إن اسَْتَطَعْتَ إَِلَيْهِ سَبِيْلاً. قََالَ َ صَدَقتَ. فَعَجِبْنَا لَه يَسْئلُهَُ وَيُصَدِقُه. قََالَ َ فََأَخْبِرنِى عنِ اَلإِيمانِ، قََالَ َ أََنْ تَؤمِنُ باللهِ،َ وَمَلاَئِكَتِهِ، وََكُتُبِهِ، وََرُسُلِهِ، وََالْيَوْمِ اَلآخِرِ، وَتؤمِنَ بالْقَدَرِ خَيَره وَشرِهِ. قََالَ َ صَدَقتَ. قََالَ َ فَأَخْبِرنِى عَنِ اَلإِحْسَانِ، قََالََ أََنْ تعْبدَ اللهَ كَأَناكَ ترَاهُ فَإِنْ لَم تَكُنْ تََرَاهُ فَإِنهُ يَرَاكََ Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam”. Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab ““Islam adalah bersaksi tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan kamu menunaikan haji ke Baitullah, jika kamu mampu melakukannya”, lelaki itu berkata,”Kamu benar, “maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab “Iman adalah, kamu berIman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, para Rasul-Nya, hari Akhir, dan berIman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk”, ia berkata, “Engkau benar”. Dia bertanya lagi “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan”. Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab” Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya, kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu Hadits tersebut adalah hadits yang dikenal dengan sebutan hadits Jibril, hadits yang memiliki kedudukan tinggi dalam Islam, berkata Imam al-Qurthuby w 671 H dalam Fathul Bari li Ibn Hajr 125/1 هذا الحديث يصلح أن يقال له أم السنة لما تضمنه من جمل علم السنة Hadits ini layak disebut sebagai ummu sunnah, induknya sunah, itu dikarenakan kandunganya yang menghimpun ilmu sunah secara global Imam Nawawi w 676 H mengomntari hadits ini pada kitab Syarh an-Nawawi ala Shohih Muslim 160/1 واعلم أن هذا الحديث يجمع أنواعا من العلوم والمعارف والآداب واللطائف بل هوأصل الإسلام Dan ketahuiah, bahwa sesunggunya hadits ini menghimpun berbagai macam jenis ilmu, ma’rifah pengetahun, adab dan hal-hal tersirat, bahkan hadits ini merupakan pokok ajaran Islam Ibnu Daqiq w 702 H berkata dalam Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah li Ibni Daqiq al-Id hal. 29 هذاحديث عظيم قد اشتمل على جميع وظائف الأعمال الظاهرة والباطنة، وعلوم الشريعة كلها راجعة إليه ومتشعبة منه لما تضمنه من جمعه علم السنة فهو كالأم للسنة كما سميت الفاتحة أم القرآن لما تضمنته من جمعها معاني القرآن Hadits ini hadits yang agung, mencangkup seluruh fungsi dan kedudukan amal dhohir dan amal batin, semua ilmu tentang syariat Islam merujuk kepada hadits ini dan tercabang daripadanya, itu semua karena hadits ini mengandung ilmu sunah secara keseluruhan, dia seperti induknya sunah sama halnya seperti al-Fatihah yang dinamai induk al-Qur’an, karena kandungannya yang berisi makna-makna al-Qur’an secara keseluruhan Cukuplah persaksian dan penjelasan ulama-ulama besar yang mengatakan keagungan hadits Jibril ini dan bahwasannya hadits ini memuat ajaran Islam secara menyeluruh atau paling tidak hadits ini sebagai dasar dari semua ajaran Islam yang bercabang-cabang Di akhir hadits Jibril, Nabi menjelaskan kepada Umar dan sahabat lainnya bahwa yang datang ke majelis beliau adalah malaikat Jibril, dia datang untuk mengajarkan agama Islam kepada para Sahabat فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَكُمْ يُعَلِمُكُمْ دِيْنَكُمْ Dia adalah Jibril, datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian Bayangkanlah suatu majelis yang mana pengajarnya adalah Rasulullah dan malaikat Jibril dan pendengarnya adalah para sahabat, sungguh indah dan luar biasa. Mengapa Rasulullah mengatakan bahwa kedatangan malaikat Jibril adalah untuk mengajarkan agama Islam? Itu karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah menghimpun dasar-dasar dan jenis-jenis ilmu yang ada dalam Islam, Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 97 هو حديث عظيم جدا، يشتمل على شرح الدين كله، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم في آخره “هذاجبريل أتاكم يعلمكم دينكم” بعد أن شرح درجة الإسلام، ودرجة الإيمان، ودرجة الإحسان، فجعل ذلك كله دينا ini adalah hadits yang sangat agung, mencangkup semua penjelasan agama, oleh sebab itu Rasulullah bersabda pada akhir hadits tersebut “Dia adalah Jibril, datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian” setelah menjelasakan kedudukan Islam, kedudukan Iman dan kedudukan Ihsan, yang mana itu semua dijadikan sebagai agama Ibnu Rajab kemudian melanjutkan penjelasannya, bahwa yang dimaksud Islam dalam pertanyaan malaikat Jibril adalah setiap amal anggota tubuh yang dohir tampak baik itu berupa perbuatan atau ucapan. Intinya semua kewajiban berupa amalan dohir yang dibebankan kepada manusia adalah apa yang dimaksud Islam dalam hadits Jibril. Di antara dalil yang menguatkan penjelasan Ibnu Rajab ini adalah sabda Nabi المسلم مَن سلم المسلمون مِن لسانه وَيده Seorang muslim adalah ketika kaum muslim selamat dari gangguan lisan dan tangannya Lihatlah, ketika sesorang mampu menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain maka dia disebut muslim, keIslaman seseorang dikaitkan dengan amal perbuatannya. Agar semua amal perbuatan kita diterima Allah dan menjadi sebab masuk ke dalam jannah, maka dua syarat yang harus dipenuhi, pertama harus diniatkah lillahi ta’ala dan yang kedua harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang sudah digariskan syari’at. Untuk megetahui aturan dan hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan munusia yang bersifat dhohir tentu sangat sulit, namun alhamdulillah, ulama terdahulu yang cerdas, yang bertaqwa dan yang ikhlas telah berjuang mencurahkan seluruh waktu, harta dan kemampuannya untuk menyusun sebuah ilmu yang dapat memberi kemudahan bagi kita, orang awam, untuk bisa mempelajari mana yang halal mana yang haram, mana yang boleh dikerjakan mana yang tidak boleh dan sebagainya. Ilmu tersebut adalah ilmu Fiqih. Sebenarnya fiqih sebagai suatu makna tertentu sudah ada sejak dahulu, namun fiqih sebagai suatu disiplin ilmu adalah hal baru hasil kerja keras para ulama. Itu terbukti dari berbedanya definisi fiqih sebagai sebuah kata dalam bahasa Arab dengan definisi fiqih dalam arti sebuah ilmu. Definisi fiqih secara bahasa adalah paham, sebagaImana do’a Nabi Muhammad kepada Ibnu abbas اللهم علمه الدين وفقهه في التأويل Ya Allah ajarkanlah dia agama dan pahamkan dia takwil-takwilnya. Muttafaq alaih Sedangkan definisi fiqih secara istilah menurut Tajudin as-Subki dalam kitab jam’u al-jawami’ adalah العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية Ilmu yang membahas tentang hukum syariat atas perbuatan-perbuatan dhohir, yang digali dari dalil-dalil secara terperinci Itulah di antara khidmah para ulama dalam mengaplikasikan makna Islam dalam hadits Jibril dalam kehidupan nyata di Dunia ini. Maka sudah selayaknya bagi kita untuk berterima kasih dan menghormati jasa-jasa mereka. Sedangkan di antara upaya kita agar mampu membumikan makna Islam dalam diri kita dengan benar adalah dengan belajar ilmu fiqih. Kemudian Iman ditafsirkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan hati atau amal batin berupa I’tiqod dan keyakinan kita tentang rukun Iman yang enam. Agar keyakinan kita benar, para ulama telah bersusah payah memilah, memilih dan merumuskan semua petunjuk yang mengarahkan kita kepada Iman yang benar, maka lahirlah apa yang disebut ilmu tauhid atau ilmu akidah. Begitu juga Ihsan, para ulama di antaranya Ibnu Rajab menjelaskan tentang maksud dari Ihsan ini, beliau berkata الإحسان هو أن يعبد المؤمن ربه في الدنيا على وجه الحضور والمراقبة،كأنه يراه بقلبه وينظر إليه في حال عبادته Ihsan adalah ketika seorang mu’min beribadah kepada Tuhannya di Dunia ini dengan merasakan kehadiran dan pengawasanNya, seolah-olah dia melihat Allah dengan hatinya pada saat dia beribadah Imam an-Nawawi w 676 H mengatakan فمقصود العبادة الكلام الحث على الإخلاص في العبادة ومراقبة العبد ربه تبارك وتعالى في إتمام الخشوع والخضوع Yang dimaksud dengan ucapan Nabi tentang Ihsan adalah anjuran agar senantiasa ikhlas dalam beribadah serta merasakan pengawasan Allah جل جلاله untuk menyempurnakan kekhusyu’an dan ketundukan sepenuhnya kepada Allah Apabila seseorang telah mampu mencapai keadaan seperti ini, maka bukan tidak mungkin Allah menyingkap sebagiam rahasia atau hakikat yang orang lain tidak tahu. Seperti yang disebutkan dalam hadits mursal dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam li Ibni Rajab أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له كيف أَصبحت ياحارثة؟ قال أصبحت مؤمنا حقا، قَال انظر ما تقول، فان لكل قول حقيقة، قال يا رسول الله، عرفت نفسي عن الدنيا فأسهرت ليلي وأظمأت نهاري، وكأني أنظر إلى عَرش ربي بارزا، وَكأني أنظر أهل الجنة في الجنة كيف يتزاورون فيها، وكأني أنظر إلى أَهل اَلناركيف يتعاوون فيها. قَال أبصرت فالزم، عبد نور الله الإيْمان في قلبه Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم bertanya kepada Haritsah “bagaImana kabarmu pagi ini haritsah?” dia menjawab “pagi ini aku dalam kondisi mu’min hakiki” Nabi bertanya “apa maksud ucapanmu, karena setiap ucapan ada hakikatnya” dia menjawab”aku mencampakkan diriku dari dunia, aku beribadah sepanjang malam dan aku berpuasa sepanjang hari, maka aku seolah dapt melihat Arsy Tuhanku dengan jelas, dan aku seolah melihat ahli surga dalam surga bagaImana mereka saling berkunjung, dan seolah aku melihat ahli neraka dalam neraka bagaimana mereka saling menolong untuk keluar dari neraka” Nabi bersabda “kamu telah melihatnya, maka tetaplah seperti itu, seorang hamba yang telah Allah beri cahaya Iman dalam hatinya” Tersingkap atau tidaknya sebagian hakikat dan rahasia-rahasia Allah itu tidak bisa dideteksi dan dipastikan dengan akal dan panca indra, karena memang itu adalah pengalaman spiritual. Namun orang-orang sholeh nan alim yang telah mencapai derajat Ihsan tersebut menceritakan pengalaman-pengalamannya dan menjelaskan bagaimana cara agar sampai kepada derajat Ihsan tersebut. Namun satu yang pasti, bahwa para ulama yang sholeh yang telah mendapat cinta dari Allah alias menjadi waliyullah, akan mampu merasakan muroqobah pengawasan dari Allah, sehingga semua gerak-gerik tubuh dan hatinya selalu dijaga, adab dan akhlaknya akan menjadi baik dan ibadahnya akan penuh dengan kekhusyuan. Untuk mencapat derajat Ihsan ini tidaklah mudah, selain harus paham syari’at, menjaga kejernihan hati dan akhlak juga menjadi syarat yang harus dipenuhi, namun ternyata, para ulama terdahulu yang telah mencapai keadaan Ihsan ini sudah berupaya mencari, memilih, merenungi dan memahami apa saja yang bisa menghantarkan kita kepada derajat Ihsan, lalu mereka memetakan jalan-jalan menuju Ihsan ini, mereka beri rambu-rambu perjalanan, mereka beri peringatan akan apa saja yang menghalangi kita dalam menuju derajat Ihsan, inilah yang disebut ilmu tasawuf. Sebagaimana salah satu definisi yang dikatakan oleh Ma’ruf al-Karkhi dalam Awafif al-Ma’arif, hal. 62 التصوف الأخذ بالحقائق واليأس مما في أيدي الخلائق Tasawuf adalah mencari kebenaran hakiki dan berpaling dari apa yang dimiliki makhluk. Maksudnya adalah hidup dan mati dipesembahkan untuk Allah semata, serta tidak memperdulikan apapun yang ada pada diri manusia, berupa harta, jabatan atau lainnya. Masih banyak lagi definisi tentang tasawuf ini, tidak ada yang baku untuk dijadikan patokan, karena memang definisi itu sendiri lahir dari pengalaman spiritual pribadi setiap ulama yang telah mencapai derajat Ihsan, namun pada intinya, semua definisi itu menggambarkan bagaimana keadaan seseorang agar bisa mencapai derajat Ihsan. Telah kita bahas semua bahwa fiqih dan tasawuf memiliki dasar yang sama yaitu bertolak dari hadits Jibril, kemudian fungsi dari fiqih dan tasawuf juga sama, yaitu untuk berkhidmah mewujudkan kesempurnaan beragama bagi seorang muslim, fiqih untuk maqom Islam dan tasawuf untuk maqom Ihsan. Namun ada dua hal yang penting untuk dibahas mengenai hubungan antara fiqih dan tasawuf ini, yaitu Islam, Iman Dan Ihsan Bertingkat-Tingkat Hadits ini meski dalam beberapa riwayat memiliki redaksi berbeda, tetapi urutan Islam Iman dan Ihsan adalah yang paling terpilih, kerena adanya at-taroqiy kenaikan tingkat. Ibnu Hajar w 852 H berkata dalam kitabnya Fath al-Bari 117/1 ورجح هذا الطيبي لما فيه من الترقىي Dan imam at-Thibi w 743 H merojihkan urutan ini karena di dalamnya terdapat kenaikan tingkat Kenapa bisa terjadi kenaikan tingkat? Dalam Fathul bari 1/117, Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah dan Jami’ al-Ulum wa al-Hikam 1/86-87 dijabarkan hal pertama karena setiap mukmin pasti seorang muslim, namun tidak setiap muslim adalah seorang mukmin. Di antara dalilnya adalah قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمۡ ۖ وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيۡـًٔا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah kepada mereka, “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah Kami telah tunduk Islam,’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. al-Hujarot14 Dan juga ada dalil dari sabda nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan Sa’ad bin Abi waqosh أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطى رهطا وسعد جالس فترك رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا هو أعجبهم إلي فقلت يا رسول الله مالك عن فلان فوالله إنِي لأراه مؤمنا فقال َ أو مسلما Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberi sesuatu ke beberapa orang ketika itu Sa’ad bin Abi waqosh sedang duduk, namun Rasulullah tidak memberi kepada seorang diantara mereka, padahal dialah yang paling aku kagumi, maka aku bertanya “wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak memberi dia ? demi Allah aku melihat dia sebagai seorang mukmin, kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab “atau seorang muslim” Hadits ini mengisyaratkan bahwa seseorang yang tidak diberi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu belum mencapai derajat mukmin sejati, akan tetapi hanya baru sampai pada derajat seorang muslim. Juga sabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh perbuatan tubuh. Dan apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pulalah seluruh perbuatan tubuh. ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati Maksudnya adalah apabila hati seorang manusia telah diliputi Iman, secara otomatis akan memerintahkan jasad untuk mengimplementasikan keImanannya dalam kehidupan nyata, maka bergeraklah jasad mengamalkan syari’at Islam dengan totalitas. Namun ada juga orang yang dia memang melakukan amalan-amalan Islam, seperti shalat atau puasa, namun dia melakukannya asal-asalan, bolong-bolong atau malas-malasan, orang seperti tidak bisa dikatakan sebagai mukmin sejati, namun dikatakan dia adalah seorang muslim, karena dia mengamalkan syari’at Islam dan dihatinya masih ada Iman meskipun lemah. Adapun Ihsan, maka dia adalah derajat paling tinggi seorang hamba dalam agama Islam, ini dikarenakan seorang yang telah mencapai tingkat keImanan tinggi, akan tampak baginya hal-hal yang ghoib seperti nyata, tak ada lagi dalam hatinya bimbang dan keraguan, oleh sebab itulah nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم menyatakan bahwa Ihsan adalah “kamu beribadah kepada Allah seperti kamu melihatNya”, dan derajat Ihsan ini hanya dicapai oleh sedikit dari orang-orang mukmin. Dengan Ihsan inilah seluruh amalan lahir dan amalan batin menjadi sempurna, sebagai konsekuensi dari keyakinan dan kesadaran selalu diawasi oleh Allah جل جلاله, akan terjaga seluruh anggota tubuh dari melakukan hal-hal yang buruk, akan terus hadir dalam hatinya kekhusyuan, ikhlas dan rasa takut kepada Allah, akan baik akhlak dan adabnya kepada sesama manusia dan makhluk lainnya, karena dia tahu bahwa itu semua merupakan bentuk ibadah kepada Allah, dan Allah selalu mengawasinya. Islam, Iman Dan Ihsan Tidak Bisa Terpisah, Semuanya Satu Kesatuan Yang Disebut Agama Meskipun disebut bertingkat-tingkat namun bukan berarti maknanya adalah mengerjakan satu dulu kemudian berpindah ke level berikutnya. Yang dimaksud tingkatan disini adalah tingkatan keimanan, yang tadinya lemah, mengerjakan ibadah tidak optimal, masih suka bermaksiat, sampai pada tingkat keimanan tinggi, yang mana mampu merasakan muroqobatullah. Sebagai contoh, saat orang imannya masih lemah, dia mengerjakan sholat, namun sholatnya tidak khusyu, tidak menjaga adab-adab dan sebagainya. Beda dengan orang yang sudah mencapai derajat ihsan, ketika dia sholat, hatinya khusyu, adab-adab dan sunah-sunahnya dijaga, serta sholatnya akan membentengi dia dari maksiat. Hal inilah yang sangat sulit dilakukan oleh kebanyakan kita, karena dalam prakteknya, meskipun kita mengerjakan suatu ibadah lengkap dengan semua rukun dan sunahnya, tetapi belum tentu mampu menghadirkan hati sepenuhnya untuk tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah, mungkin saja raga kita melaksakan sholat tetapi hati kita sibuk bersama dunia. Begitu juga dalam bermuamalah dengan manusia dan alam, mungkin kita berakhlak baik hanya ketika ada kepentingan, mungkin kita berakhlak baik hanya kepada golongan kita saja dan seterusnya. Padahal berakhlak baik adalah jenis ibadah juga, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda مَا شَيْئٌ أََثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ اَلْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خَُلُقٍ حَسَنٍ وَإِن اللهَ ليُبْغِضُ اَلْفَاحِشَ الْبَذِيْءََ Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang suka berbicara keji lagi kotor Inilah salah satu pentingnya belajar tasawuf di samping belajar fiqih. Dijelaskan oleh Imam Malik Hasiyah al-Adawi ala’ syarh al-Imam az-Zarqoni ala’ matn al-Aziyah fi al-Fiqh al-Maliki 195/3 من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق Barangsiapa bertasawuf tanpa fiqih maka akan menjadi zindiq, barangsiapa berfiqih tanpa tasawuf maka akanmenjadi fasiq, dan barangsiapa mengamalkan keduanya maka akan mencapai hakikat Meski penisbatan ucapan ini kepada imam Malik w 179 H masih diperbincangkan, namun maknanya memang benar adanya, ketika orang bertasawuf namun tidak mempunyai pengetahuan tentang fiqih akan menjadi zindiq, dia seenaknya meninggalkan sholat karena merasa sudah dekat dengan Allah, begitu juga orang yang tau fiqih namun tidak bertasawuf, dia akan bermudah-mudahan dalam menjalankan syari’at, sholat asal-asalan yang penting sah, ah ini kan halal dalam madzhab Maliki, ah ini kan boleh dalam madzhab Hanafi dan sebagianya. Intinya Islam, Iman dan Ihsan adala satu kesatuan yang dinamakan agama Islam, semuanya berjalan bersama beriringan, barangsipa memisahkannya maka telah berkurang sebagian dari agama.
Тուኺеск ωдጀ еዚестևИ ፆαпсе
Եзу խсЗቹтру ኜεбነЦу жևсрозըቆէ ст
Гисв тαչуዡኬኬпрιβαн рαχΥге ሮтጿмоርеշխ еρяфевኛкл
Ктողሻмуկ лոኞуηи серюдрιТիнтዠдቺ гጵቯክ кοпрէይи
Ιቹθха ваռո զሴдጺгαлωፈωжузաζ онищ ጇቬηιбоտօሶኡУկоπу ፂиծθዉаχу
ኣфናፋыхεփኙ ցуφፂщιлесюЖም уւուфኾУτኇбոኽо ызиቿυл
PengertianIlmu Tasawuf. Pengertian Syari'at. Pengertian Tariqat. Pengertian Ma'rifat. Pengertian Haqiqat. _Usul Fiqih Hikmah dan Keajaiban Kisah Islami Sejarah Islam Kumpulan Soal Wednesday, August 9, 2017 Tasawuf adalah ilmu tentang menyucikan Batin dengan cahaya Ma'rifat dan Tauhid kepada Allah Swt yang mana dengannya akan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Assalamualaikum ...Berikut adalah sedikit pembahasan mengenai hubungan Ilmu Fiqh dengan 4 Ilmu Lainya. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqh, shingga mohon maaf jika ada kesalahan penulisan ataupun dari segi keilmuannya juga. Namun, Insya Alah materi ini sudah baik karena penulis mempelajari dan mencari materi dari buku-buku dan sumber lainnya yang insya allah membaca.. PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hubungan antara Ilmu Fiqih dengan ilmu - ilmu lainnya seperti Ilmu Tasawuf, Ilmu Kalam, Ilmu Filsafat dan Ilmu Tauhid. kita harus memahami terlebih dahulu tentang apa itu pengertian dari Ilmu etimologi, fiqh berasal dari kata faqqaha yufaqqihu fiqhan yang berarti yang diimaksud disini adalah pemahaman mengenai ajaran agama islam secara utuh. Meliputi interpretasi Ulama Fuqoha terhadap ayat-ayat dan hadist-hadist ahkam yang terdapat didalam al-quran dan Hadist secara terperinci. Sedangkan yang membuat hukumnya adalah Allah sebenarnya mengenai ayat dan hadist ahkam yaitu ketentuan-ketentuan Syari'ah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang berasal dari Allah SWT Seperti wajib, sunah, makruh, haram dan mubah sebagai ketetapan apakah perbuatan yang dilakukan diperbolehkan atau tidak. Sedangkan yang dimaksud dengan syari'ah yaitu segala sesuatu yang dinisbahkan pada Nabi Muhammad SAW berupa hukum tentang perbuatan manusia mengenai berbagai kewajiban, perintah dan larangan yang disampaikan kepada Rasul guna dijadikan pedoman hidup agar hidup sejahtera di dunia dan selamat dunia dapat disimpulkan bahwa Ilmu Fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang Syariat Islam dengan jalan ijtihad usaha yang sungguh-sungguh , yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang mencakup dua bidang, yaitu fiqh ibadah hablumminallah dan fiqh muamalah hablumminannas yang dikaji secara terperinci oleh para Fuqoha Ulama Fiqh. A. Hubungan Ilmu Fiqh Dengan Ilmu TasawufTasawuf adalah suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri tazkiyyatnunnafs dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia yang menyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian hanya memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah SWT. Pengertian ini merupakan pengertian Tasawuf secara khusus yang biasanya dilakukan oleh para sufisme orang yang memfokuskan kehidupannya untuk dselalu beribadah dan dekat kepada Allah SWT.. Pada dasarnya, praktik yang dilakukan yaitu mewariskan ajaran islam berupa etika kehidupan sederhana, zuhud, tawakkal, kerendahan hati, nilai-nilai kesabaran dan lain sebagainya. Sehingga tasawuf berkaitan dengan batiniyah. Sedangkan fiqh berkaitan dengan amalan syari' dengan hubungan antara ilmu fiqih dengan ilmu tasawuf yaitu fiqh diibaratkan sebagai jasad sedangkan tasawuf diibaratkan sebagai ruhnya. Keduanya ini haruslah saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Karena , tidaklah mungkin suatu jasad bisa hidup tanpa adanya ruh didalamnya . Sedangkan ruh tidak mungkin bisa berfungsi tanpa adanya jasad. Berikut contoh ilusrasinya, fiqh tidak membahas ikhlas dalam sholat karena itu bahasan tasawuf. Fiqh hanya membahas syarat dan rukun sholat saja -tidak peduli sholatnya dilakukan dengan ikhlas atau riya'.Disinilah letak kekurangan fiqh yang semestinya harus dilengkapi dengan ilmu tasawuf. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
ujJxIAI. 432 224 454 436 180 399 162 100 335

pengertian ilmu tauhid ilmu fiqih dan ilmu tasawuf